Menarik sekali statemen Menteri Dalam Negeri Italia Giulliano Amato,
beberapa waktu lalu menjawab tuntutan dari kelompok ekstrim sekuler di
Italia yang menginginkan agar dikeluarkannya larangan berkerudung bagi
Muslimah di Italia. Ia mengatakan demikian, “Ketika Bunda Maria
senantiasa memakai kerudung, lalu bagaimana bisa kalian berharap dari
saya untuk menentang kerudung kaum Muslimah?”
Dan Amato menambahkan, “Bunda Maria adalah ibu dari nabi kita Isa
al-Masih dan senantiasa memakai kerudung. Bila demikian kenyataannya,
bagaimana mungkin saya menyetujui pelarangan kerudung di negara ini.”
Wanita memakai busana longgar panjang dari leher hingga kaki dan
memakai kerudung penutup kepala adalah suatu keumuman dari zaman ke
zaman sebelum Rasulullah. Ini terbukti dalam Bibel pun ada anjuran
tegas mengenai kerudung. Dan kali ini kita akan bahas satu-persatu
bagaimana pandangan kedua agama tersebut (Yahudi & Kristen)
memandang kerudung (penutup kepala).
Kerudung dalam Tradisi Yahudi
Seorang pemuka agama Yahudi, Rabbi Dr. Menachem M. Brayer, Professor
Literatur Injil pada Universitas Yeshiva dalam bukunya, The Jewish woman
in Rabbinic Literature, menulis bahwa baju bagi wanita Yahudi saat
bepergian keluar rumah yaitu mengenakan penutup kepala yang terkadang
bahkan harus menutup hampir seluruh muka dan hanya meninggalkan sebelah
mata saja. Dalam bukunya tersebut ia mengutip pernyataan beberapa Rabbi
(pendeta Yahudi) kuno yang terkenal: “Bukanlah layaknya anak-anak
perempuan Israel yang berjalan keluar tanpa penutup kepala” dan
“Terkutuklah laki-laki yang membiarkan rambut istrinya terlihat,” dan
“Wanita yang membiarkan rambutnya terbuka untuk berdandan membawa
kemelaratan.”
Hukum Yahudi melarang seorang Rabbi untuk memberikan berkat dan doa
kepada wanita menikah yang tidak menutup kepalanya karena rambut yang
tidak tertutup dianggap “telanjang.” Dr Brayer juga mengatakan bahwa
“Selama masa Tannaitic, wanita Yahudi yang tidak menggunakan penutup
kepala dianggap penghinaan terhadap kesopanannya. Jika kepalanya tidak
tertutup dia bisa dikenai denda sebanyak empat ratus zuzim untuk
pelanggaran tersebut.”
Kerudung juga menyimbolkan kondisi yang membedakan status dan
kemewahan yang dimiliki wanita yang mengenakannya. Kerudung kepala
menandakan martabat dan keagungan seorang wanita bangsawan Yahudi.
Oleh karena itu di masyarakat Yahudi kuno, pelacur-pelacur tidak
diperbolehkan menutup kepalanya. Tetapi pelacur-pelacur sering memakai
penutup kepala agar mereka lebih dihormati (S. W. Schneider, 1984, hal
237).
Wanita-wanita Yahudi di Eropa menggunakan kerudung sampai abad ke 19
hingga mereka bercampur baur dengan budaya sekuler. Dewasa ini,
wanita-wanita Yahudi yang shalih tidak pernah memakai penutup kepala
kecuali bila mereka mengunjungi sinagog (gereja Yahudi) (S.W.Schneider,
1984, hal. 238-239).
Kerudung dalam Tradisi Kristen
Hingga saat ini para Biarawati Katolik menutup kepalanya secara
keseluruhan. Di Indonesia sebelum tahun 80-an pakaian biarawati adalah
jilbab, pakaian panjang longgar dari leher hingga menutup kaki serta
berkerudung yang menutup leher dan dada (masih ingat telenovela Brazil,
Dolcemaria). Namun era 80-an ke atas, jubah biarawati berubah menjadi
pakaian panjang hanya sampai betis. Kerudung panjang menutup dada
berubah menjadi kerudung hanya penutup rambut dan leher terbuka.
Padahal menutup kepala atau berkerudung, adalah sebuah tuntunan dalam
Bibel yang sudah ada sejak zaman sebelum Nabi Muhammad Saw.
I Korintus 11:5 Tetapi tiap-tiap perempuan yang berdoa atau bernubuat
dengan kepala yang tidak bertudung, menghina kepalanya, sebab ia sama
dengan perempuan yang dicukur rambutnya.
I Korintus 11:13 Pertimbangkanlah sendiri: Patutkah perempuan berdoa kepada Allah dengan kepala yang tidak bertudung?
Bukan hanya itu, pernyataan St. Paul (atau Paulus) yang lain tentang
kerudung adalah pada I Korintus 11:3-10. St Tertulian di dalam
risalahnya “On The Veiling Of Virgins” menulis: “Wanita muda hendaklah
engkau mengenakan kerudung saat berada di jalan, demikian pula hendaknya
engkau mengenakan di dalam gereja, mengenakannya saat berada di antara
orang asing dan mengenakannya juga saat berada di antara saudara
laki-lakimu.”
Di antara hukum-hukum Canon pada Gereja Katolik dewasa ini, ada hukum
yang memerintahkan wanita menutup kepalanya di dalam gereja (Clara M
Henning, 1974, hal 272).
Oleh: Hj Irena Handono, Pakar Kristologi, Pendiri Irena Center
No comments:
Post a Comment